Nge-bike sehari (part II)


Kami putar haluan beralik arah menuju arah dago, lagi-lagi kami terjebak kemacetan, maklum saat itu jam menunjukkan pukul 12.00, waktu istirahat bagi pegawai kantor. Usai lepas dari kemacetan, kami akhirnya samapi juga di daerah Dago. Dago terkenal sebagai tempat nongkrong anak-anak 94uL bandung, dan lagi-lagi pemandangan sepanjang jalan adalah kafe-kafe serta Factory Outlet. Namun perjalanan kami ke Dago bukan untuk nongkrong di salah satu kafe, tujuan kami adalah ke Dago atas melihat kota bandung dari atas bukit dan syukur-syukur jika stamina masih mumpuni bisa nyampe ke Lembang. 
nyampe di dago

 
Jalanan mulai menanjak memaksa kami mulai memainkan gear sepeda. Sesekali kami berhenti sebab untuk menaklukan jalan tanjakan ternyata tak cukup stamina tapi juga skill dalam bersepeda. Perjalanan belum sampai separoh saat kami memutuskan untuk berhenti untuk sekedar meneguk sebotol air mineral yang kami beli. Perjalanan kami lanjutkan, gear sepeda masih di angka 6 artinya memang kayuhan ringan yang kami butuhkan untuk jalanan menanjak seperti ini. 
 
Perjalanan terasa lebih berat bagi saya sebab sepeda yang saya tunggangi bukan tipe sepeda untuk tanjakan. Sepeda yang saya tunggangi adalah sepeda model down hill. Sepeda tipe ini lebih cocok untuk menuruni jalanan terjal atau menuruni bukit. Apalagi roda sepeda tersebut di rancang lebih besar serta garpu depan lebih tinggi tentu saja kurang sesuai untuk jalan naik seperti daerah Dago ini. Daerah Dago meiliki kesamaan topografi dengan daerah batu malang, selain berada di lereng bukit di daerah ini juga banyak terdapt vila-vila yang disewakan untuk pengunjung. 
 
Setengah jam sudah kami berjuang menaklukan jalan tanjakan, akhirnya kami sampai didaerah Dago atas. Seolah merasa kurang tertantang, kami melanjutkan perjalanan menuju perbukitan di daerah tersebut. Tentu saja sesuai dengan tujuan awal kami yaitu menuju daerah Lembang. Seperti yang kita ketahui, lembang merupakan salah satu daerah wisata di daerah Jawa Barat. Selain terkenal dengan udaranya yang sejuk, di daearah ini juga terdapat salah satu onjek wisata yang terkenal yaitu observatorium boscha atau lebih dikenal dengan teropong bintang boscha. 
 
Benar saja, medan yang kami hadapi kini lebih berat. Beda jauh dengan di daerah dago kota, tanjakan jalannya bahkan ada yang hampir membentuk sudut 90. Dan akhirnya stamina berkata lain, lantaran jalanan yang kami daki ternyata semakin menanjak kami putuskan untuk beristirahat. 
ngaso sebentar

 
Hampir setengah jam kami beristirahat, dengan sisa-sisa yang kami miliki akhirnya kami putuskan untuk turun. Jika saat naik tadi kami harus mahir mengatur gear sepeda, untuk perjalanan pulang kami dituntut mahir dalam mengendalikan rem. Sebab bisa dipastikan jalanan yang akan kami lalui dipenuhi dengan turunan-turunan tajam.

Tak butuh waktu lama untuk turun, tak sampai 45 menit akhirnya kami sampai kembali di pusat kota Bandung. Tapi perjalanan belum berakhir, tujuan selanjutnya adalah gedung merdeka. Setelah menerobos beberapa jalanan protocol, kami sampai juga di gedung Merdeka. Bangunan tempat diadakannya Konferensi Asia-Afrika tersebut tampak berjubel, puluhan pengunjung tampak memadati halaman depan. Namun panas kota bandung memaksa kami untuk tak berlama-lama disana, Setelah melewati masjid agung dan alun-alun kota kami akhirnya bergegas pulang. 
mejeng di gedung merdeka

 
Terik matahari siang itu benar-benar sudah mengakrabi kulit kami yang bercucuran keringat, ditambah pemandangan fatamorgana jalanan beraspal semakin membuat kami ingin segera sampai dirumah. Setengah jam dari pusat kota akhirnya pukul 14.15 kami sampai di rumah kembali. Tak terasa ternyata kami sudah bersepeda selama tujuh jam, sebuah pengalaman dan rekor pribadi tersendiri bagi saya. 
 
A fascinating journey…..

Reply to this post

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers