| No comment yet

Latah kok terus




Sekali-sekali bahas intertainment boleh lah…lagian ndak selamanya hidup itu harus duduk diam dengan rutinitas harian yang serius. Meminjam istilah Mario teguh, hidup adalah having serious fun atau having fun seriously. Ya intinya hidup ini terlalu indah untuk dibikin susah. 

Cukup ya intronya… ? jadi sebenarnya saya cuma mau mengajak para pembaca yang budiman untuk me review salah satu tayangan televisi. Itu loh ajang pencarian bakat yang mirip kayak Indonesian Idol, X-Factor Indonesia. Hampir  sama jenis tapi beda bungkusnya. Yang paling membuat sama adalah kedua acara tersebut adalah franchaise (gitu bukan tulisannya?) dari acara serupa di luar negeri. Nah, kebetulan sekali dari tiga episodenya saya mengikuti, jadi ndak salah kalau saya sebagai pemirsa awam sedikit mengutarakan pendapat. 
penampilan Fatin di X-Factor

Alkisah Pada acara X-factor Indonesia yang pertama ini tersebutlah salah satu kontestan bernama Fatin. “Fatin Shidqiah Lubis, masih sekolah kak,” jawab gadis enam belas tahun itu ketika ditanya salah satu dewan juri. Membawakan lagu “Grenade” milik Bruno Mars, penampilan remaja berjilbab ini memang membuat dewan juri terpukau. Tak pelak lagi pada saat sesi votting, Fatin mendapat empat “yes” dari dewan juri.

Yang membuat dia kian naik daun adalah videonya saat menyanyikan lagu Bruno mars langsung mendapat apresiasi dari sang empunya lagu. Tak tanggung-tanggung, pada situs resminya, Bruno Mars mengupload video Fatin. Terhitung sejak videonya diunggah di youtube dan situs Bruno mars, Fatin seolah sudah menjadi selebriti dadakan. Padahal jika dihitung, dia baru dua kali manggung di acara tersebut.  Di dunia maya lewat akun twitter @fshidqia, kepopulerannya makin WOW lagi….jangan tanyakan berapa follower yang ngantri minta di folbek. Yang lebih mencengangkan, walaupun baru dua lagu dinyanyikan, tapi Fatin sudah memiliki fans club. “Fatinistic” begitu para penggemar Fatin menamakan diri mereka, Fatinistic pun tak hanya ada di satu kota. Sebut saja fatinistic bekasi dengan akun @fatinistic_BKS, karawang dengan akun @fatinistic_KRW, bahkan dari luar jawa pun ada @Fatinistic_PLG untuk Palembang dan @Fatinistic_LMPG untuk daerah lampung serta masih banyak lagi.

Bukan apa-apa sih, tapi mudah-mudahan ini bukan sekedar gejala latah semata. Kita masih ingat sudah berapa biji ajang pencarian bakat yang ujung-ujungnya cuman numpang lewat aja. Lagian ajang X-Factor juga baru masuk tahap awal, jadi jangan keburu gupuh dulu lah. Biarkan sang calon idola berproses dulu, mateng dengan kesederhanaannya. Jangan sampe kayak yang udah-udah, udah jadi artis habis itu ngicipin narkoba, atau asusila, gak lama ketemu dipenjara. Tapi over all sih penampilan Fatin di X-Factor emang bikin kesengsem, ditambah dengan pembawaannya yang masih unyu-unyu semakin membuat para penggemar menaruh simpati.

| 1 comment

Judulnya Nyusul




Masih segar dalam ingatanku saat kucium punggung tangannya. Sembari membetulkan posisi peciku, diberikannya kepadaku koin recehan 50 rupiah. ”Iki sangune, mari ngaji engko langsung muleh (ini bekalnya, habis ngaji langsung pulang),” pesannya. Setelah membalas salamku, dia melanjutkan membungkus es blewahnya yang ditinggalkan sejenak untuk menyiapkan perbekalanku. Kecuali hari Jum’at, seperti itu kira-kira pemandangan tiap sore.
***
Dhedhek e ojo lali di wadahi, (dedaknya (sekam giling untuk pakan ternak red,) jangan lupa diwadahi),” pintanya. Dia harus mengulangi perkataan tersebut hingga dua kali baru aku bisa mendengarnya. Maklum bising suara mesin penggiling gabah membuat orang yang berada di tempat tersebut harus berbicara setengah berteriak. Menemaninya ke tempat nyelep gabah di desa sebelah memang sudah menjadi rutinitas tiap usai panen padi. Selain medan pematang sawah yang berat, jumlah gabah yang banyak juga menjadi alasan mengapa dia pasti meminta bantuanku mendorong sepeda hingga ke tempat nyelep gabah. Tiap kali berangkat nyelep, paling tidak sepeda kumbangnya harus memuat dua brosak, satu di bagian depan, satu lagi ditempatkannya di boncengan belakang. Jika ditotal, muatan yang harus dibawa kurang lebih 30 Kg.
                “Germany 1931” tulisan dari plat besi tersebut kokoh menempel pada bagian depan sepeda, tahun tersebut nampaknya menunjukkan tahun pembuatan sepeda tersebut.  Hampir satu abad usianya, tak kalah keriput dengan pemiliknya.
Pematang sawah, sepeda kumbang, keringat bau gabah, serta senyuman dari wajah keriput itu tertanam sebagai romantisme ayah-anak yang terbumbui angin sore.

***
                Peci putih itu kini sudah berubah jadi topi toga dengan tali di sisi kanan, bising mesin giling gabah untuk sementara tergantikan riuh rendah kebahagaiaan wisudawan di gedung pertemuan. Tapi tentang tangan lentik dan senyuman wajah keriput di sore hari itu tidak akan pernah tergantikan, walaupun hari ini tidak kutemui hadirnya. Juga dengan gumpalan harapan yang hari ini terjawab.
                Yang ku tahu, bukan rangkaian syair sedih nan usang yang ingin mereka dengar, tapi sebungkus cerita bahagia tentang kesuksesan.


Dedicate my graduation to them….. happy mom’s day

Malang, 22 Desember 2012
| No comment yet

Cantik itu....



Wah arek wedok elek nang kene iso di itung gae driji (cewek jelek di sini bisa dihitung pake jari),” seloroh seorang teman saat kuajak mampir di kampus beberapa waktu lalu. Sambil melanjutkan berkendara, sesekali matanya celingukan kanan kiri. Sengaja dia membuat pelan laju motornya, setiap sudut yang kami lalui pun tak lepas dari sapuan pandangannya. Kalimat kagum khas pria selalu terucap manakala ada seorang mahasiswi yang menurutnya cantik berkelebat di dekat motor kami. 
       Rasa maklum memang sudah aku siapkan untuknya sebelum kami masuk kampus. Wajar saja dia betingkah layaknya Stranger dari planet antah berantah tiap kali melihat cewek cantik. Sehari-hari selain hanya  berkencan dengan tugas-tugas kantor, teman kuliah satu kelasnya pun kebanyakan ibu-ibu. Maklum, pilihan hidupnya untuk menjadi pekerja membuatnya memilih kuliah kelas malam. Jadi bisa dibayangkan betapa girangnya ketika dia mendapatkan sajian pemandangan gadis-gadis bening.
masyarakat yang latah jadi modal utama pengusaha kosmetik di Indonesia
          Yah, kalau kita berbicara mengenai kekaguman pria terhadap wanita memang tidak akan ada habisnya. Satu sisi pria akan terus mengeksplorasi rasa penasarannya terhadap wanita, sedangkan di sisi lain wanita juga seolah terus berlomba menjadi sempurna di hadapan lelaki. Jadi, jangan disalahkan jika tiap tahun jumlah pria mata keranjang  semakin bertambah, lha wong mereka juga difasilitasi untuk jadi seperti itu. Itu wajar dan adil, tiap kali ada penawaran akan selalu diikuti oleh permintaan, kira-kira analoginya seperti itu. Namun kemudian muncul pertanyaan besar, memangnya yang bikin laki-laki kagum terhadap wanita itu apa?
gara-gara sifatnya?bohong! 
akhlaqul karimah?gombal! 
kecantikannya?90% pasti jawabannya itu. 
Jadi cantik itu apa?
putih?
manis?
rambut lurus?
cantik itu montok?
       Pemikiran masyarakat kita sendiri sudah sejak lama terkontruksi bahwa cantik itu putih, hal ini erat kaitannya dengan peran media khusunya iklan. Hampir semua iklan kecantikan dan perawatan tubuh hari ini tidak bisa dilepaskan dari embel-embel kulit putih atau rambut lurus. Hal itu semakin memenjarakan penduduk kita pada persepsi cantik dengan arti yang sempit. Padahal jelas dengan kondisi alam tropis seperti Indonesia akan hampir jarang ditemui perempuan dengan kulit putih layaknya bule. Padahal pada tahun 1970an masyarakat Indonesia belum begitu memperdulikan “putih” sebagai patokan cantik. Pada saat itu dengan slogannya “putih itu segar”, Viva Cosmetics mampu menyihir para penyuka solek bahwa cantik itu tidak harus putih. Selain itu Viva juga mencoba meyakinkan bahwa produknya memang sesuai dengan segmentasi masyarakat kita tagline “sesuai dengan daerah tropis”. 
Cantik itu putih?indo?
        Pergeseran makna cantik kemudian terjadi seiring dengan semakin banyaknya perusahaan kecantikan yang menawarkan cara instan menjadi putih sejak tahun 1985. Hal itu tentu saja berbanding lurus dengan trend yang diikuti oleh masyarakat. Saat itu mereka berkiblat pada budaya barat yang mulai menjadikan kulit putih sebagai indikator kecantikan. Bahkan kini dengan semakin mendunia-nya K-Pop, masyarakat kita tak segan-segan melakukan operasi plastik demi mendapatkan hasil optimal. Paling tidak itulah yang mereka dapatkan dari K-Pop selain lagu dan tarian.
kalo kaya gini mau?(gak melu duwe pacar :p)
          Lalu dengan kulit sawo matang seperti mayoritas masyarakat kita hinakah kita untuk bersyukur dan berpuas diri?atau masihkah kita akan menjadi budak iklan kecantikan yang menawarkan kulit putih secara instan?. Leila Lopes sudah membuktikannya, wanita asal Angola ini justru mampu menyabet gelar Miss Universe 2011. Terlepas dari kontroversi Miss Universe di negeri kita, paling tidak gadis berkulit hitam ini mampu menunjukkan bahwa cantik sesungguhnya tak cukup Beautiful, tapi juga brain dan behavior. Jadi sudahkah anda merasa cantik hari ini?saya belum (yo mesti :p).

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers