..dan hidup terlalu indah untuk dibikin susah...

               Angin genit mengelus rambut Danu yang basah sore itu, duduk bersandarkan tembok teras rumah sambil mengamati armada semut rangrang. Mereka berbaris rapi berjalan pulang usai bekerja keras seharian mencari makan. Mereka tampak patuh pada komandan batalion, tak pernah ada kabar seekor semut rangrang membelot pada atasan. Surat kabar mereka juga tak pernah mengangkat headline tentang pejabat kerajaan yang memakan sendiri hasil kerja rakyatnya. Atau sekumpulan prajurit yang mogok kerja lantaran meminta kenaikan gaji. Karena memang di dunia mereka tak pernah ada kejadian seperti itu. Semuanya harmonis berlandaskan kepatuhan pada sang ratu. Padahal jelas tak pernah pula ada sumpah jabatan yang mengharuskan mereka seperti itu.

              Berbeda lagi dengan manusia, butuh semacam diskusi antara tuhan dengan
malaikat dalam penciptaannya. Menurut malaikat akan sia-sia jika Allah menciptakan manusia yang kelak akan menimbulkan kerusakan di bumi. Namun Allah hanya menjawab “aku lebih mengetahui apa yang tidak engkau ketahui”. Akhirnya terciptalah manusia, makhluk yang tentu saja secara komposisi lebih canggih daripada makhluk sebelumnya. Khas dengan nafsu tapi lengkap pula dengan akal. Tentu jauh berbeda dengan hewan yang hanya berdasarkan naluri ataupun Malaikat yang tidak dilengkapi oleh Allah dengan nafsu. Satu dari banyak sifat dari manusia yang tidak ditemui pada makhluk lain adalah kemampuannya untuk bersedih.

                 Usai berolahraga sore seperti biasa Danu mencoba melepaskan diri dari keringat yang membasahi tubuhnya. Namun hari itu terasa berbeda, lebih tepatnya sejak beberapa bulan lalu. Hari sebelumnya ketika dia menginjakkan kaki pertama kalinya di rumah kata pertama yang terucap adalah aneh. Jika di hari-hari biasanya usai berkringat ada seoarang wanita renta yang menemani duduk atau setidaknya menceritakan tentang kisah-kisah bijak kehidupan, kini tidak lagi. Yang didengar hanya detak jam dan suara desiran angin sore. Yah,,, bangunan kosong tersebut dulu pernah di sebut rumah. Sampai kini masih ada kenangan tentang mereka di setiap sudut ruangannya.

Hingga akhirnya dia membuka komputer jinjingnya dan mulai memperdengarkan lagu Iwan Fals
relakan yang terjadi, tak akan kembali.....ia sudah milik-Nya. Bukan milik kita lagi

               Lamunan danu pun terpecah saat adzan maghrib mulai mengalun, bergegas dia mandi dan bersuci diri. Usai sholat, kedua tangannya menengadah ke atas, semacam mengadu kepada sang Pencipta. Entah apa yang mereka bicarakan, hanya Danu dan tuhannya yang tahu.

1 comment

Raissa Indah Hanjani | 5 Februari 2011 pukul 23.57

aq suka ama paragraf pertama nya is ^^

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers