judi, warisan leluhur kita |
Hasil lamunanku saat menonton judi sabung ayam..............
Pagi masih berselimut kabut saat parno mengemasi barang dagangannya dan bergegas menuju pasar. Kebetulan hari itu adalah hari pasaran kilwon jadi tak lupa dia membawa serta joni, setelah membangunkan sang tuan biasanya joni langsung dimandikan. Khusus seperti hari ini tak lupa parno mengasah taji joni, sudah itu seteguk racikan jamu yang diyakini mampu menambah ketangkasan pun diminumkan olehnya.
Perlakuan yang istimewa memang, seistimewa harapan sang tuan agar joni bisa memukul KO lawan yang akan dihadapinya hari ini. Selain akan mendapat pengakuan serta menaikkkan harga jualnya, tentu saja akan ada tambahan uang belanja bagi tuannya. Namun sebaliknya jika joni terkapar tak berdaya karena taji lawan, selain akan berujung di tempat pemotongan ayam, biasanya parno akan mendapat marah besar dari istrinya sebab jatah uang untuk modal dagangan esok hari biasanya ludes digunakan taruhan.
Hari itu mungkin bukan hari yang mujur bagi parno dan kawan-kawan, atau mungkin juga karena uang setoran yang diberikan pada POL PP kurang. Belum sempat joni turun ke arena, tiba-tiba dari seberang jalan terlihat sekompi SATPOL PP berlari sambil mengacungkan pentungan ke arah mereka. Alhasil gerombolan itu pun lari tunggang langgang sambil berusaha menyelamatkan uang taruhan. Beberapa berhasil kabur, namun malang bagi parno dan beberapa teman mereka digelandang naik ke mobil POL PP. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan keluarga Joni paling tidak beberapa hari kedepan sang tulang punggung keluarga tidak bekerja. Nampaknya memang begitu besar dampak judi bagi kelangsungan hidup masyarakat bawah.
Berbeda lagi dengan Andrean, untuk menyalurkan hobby nya dia tak perlu takut di uber-uber POL PP. Dia hanya tinggal duduk manis di meja kantornya sambil menikmati secangkir kopi. Satu-satunya yang menjadi kendala baginya adalah ketika koneksi internet di kantornya macet, sebab dia tidak akan bisa mengup-date informasi tentang bursa taruhan bola. Bulan ini rasanya menjadi bulan yang sangat dinantikan oleh orang-orang yang gemar berjudi bola online seperti dirinya, sebab hampir setiap hari ada pertandingan bola. Bagi eksekutif muda seperti dirinya uang satu atau dua juta nampaknya bukan jumlah yang banyak, “kalo ngggak pake gitu nonton bolanya entar nggak seru, buat macu adrenalin aja lah” begitu katanya.
Dua kisah diatas cukup menggambarkan betapa perjudian memang sudah masuk di hampir semua kalangan di negara kita. Ibarat penyakit, perjudian di negara kita sudah memasuki stadium lanjut. Tidak bisa dicegah, diobati pun rasanya susah. Lantas apa solusinya? Baru-baru ini (soale aku baru dengar...)ada wacana pelegalan judi, jadi nantinya akan disediakan kasino atau tempat khusus untuk para penggemar judi.
Tak pelak lagi hal ini menimbulkan pro dan kontra. Rasanya tak perlu dibahas mengapa pejudian banyak ditentang, agama manapun jelas-jelas melarang hal tersebut. Yang perlu dibahas adalah mengapa sampai wacana pelegalan judi mengemuka. Salah satu dari beberapa pertimbangannya adalah karena para penjudi lokal kelas kakap lebih memilih “mengembangbiakkan” duit mereka di luar negeri sebab di Indonesia tidak ada semacam kasino yang dilegalkan pemerintah. Andai ada tempat perjudian yang diberikan izin tentunya juga ada semacam kompensasi kepada pemerintah berupa retribusi atau pajak judi. Dari retribusi yang nilainya tidak sedikit tersebut bisa menambah pemasukan daerah bahkan nasional. Selain itu pengunjung kasino rata-rata adalah kalangan menengah keatas, jadi masyarakat yang berpendapatan minim bisa dipastikan tidak akan mampir. sebab kita tahu sendiri begitu besar dampak judi bagi masarakat kecil. Paling tidak itulah yang dikatakan oleh seorang pakar dalam sebuah acara di acara SUARA ANDA METRO TV.
Lantas apakah retribusi perjudian nantinya layak digunakan untuk membangun negeri ini?bukankah itu hasil dari proses yang tidak halal?
entahlah, tapi coba tengok kota Surabaya bukankah lokalisasi gang dolly juga menyumbang sebagian besar pendapatan asli daerah??. Atau bapabila kita mencoba mendebat apakah retribusi tersebut layak atau tidak kita bisa berkaca pada negara muslim seperti Mesir dan Malaysia yang sudah duluan melegalkan perjudian. Tapi tentu ada sejuta pertimbangan sebelum pemerintah benar-benar menerapkan wacana tersebut, sebab negara kita bukan seperti negara di permainan monopoli yang untuk menentukan nasibnya tergantung oleh mata dadu.
entahlah, tapi coba tengok kota Surabaya bukankah lokalisasi gang dolly juga menyumbang sebagian besar pendapatan asli daerah??. Atau bapabila kita mencoba mendebat apakah retribusi tersebut layak atau tidak kita bisa berkaca pada negara muslim seperti Mesir dan Malaysia yang sudah duluan melegalkan perjudian. Tapi tentu ada sejuta pertimbangan sebelum pemerintah benar-benar menerapkan wacana tersebut, sebab negara kita bukan seperti negara di permainan monopoli yang untuk menentukan nasibnya tergantung oleh mata dadu.
Reply to this post
Posting Komentar